Senin, 22 Juli 2013

KJS, Inovasi Semerawut?

Senin, 22 Juli 2013

KJS, Inovasi Semerawut?


KJS, Inovasi Kreatif ataukah Inovasi Semerawut?
Tak asing lagi masyarakat mendengar Kartu Jakarta Sehat (KJS). Program unggulan Pemprov  DKI Jakarta, yang sering digembar-gemborkan. KJS merupakan inovasi baru dibidang kesehatan, yang diperkenalkan awal April 2013. 
Pembagian KJS yang dilakukan secara bertahap, disambut antusias oleh masyarakat.. Riwayat penyakit, pembiayaan, dan ketersediaan tempat diseluruh rumah sakit yang terintegrasi KJS, dapat dilihat melalui situs http://kjs.praskes.com . Dengan inovasi pelayanan kesehatan terpadu ini, penyakit masyarakat diseluruh wilayah Jakarta dapat dipetakan.
Menurut Pak Gubenur, yang akrab disapa Jokowi, KJS akan menjadi awal revolusi dibidang kesehatan. Beliau juga menyatakan siap, melayani 3,3 juta warga miskin yang layak mendapatkan pelayanan kesehatan gratis. Perlu diingat bersama, sasaran penerima bantuan ini adalah mereka yang benar-benar tidak mampu. 
Beriring jalanya waktu, program KJS yang awalnya disambut antusias warga, pada akhirnya menjadi boomerang bagi Pemprov DKI Jakarta. Penerapan yang kurang matang, mekanisme pembayaran yang rancu, kriteria penerima yang tidak jelas, keluhan dokter karena membeludaknya pasien, inilah yang menjadi titik tolak semerawutnya program unggulan tersebut.
Belum selesai membenahi diri, keberadaan KJS kembali diperparah dengan pernyataan mundurnya 16 rumah sakit, yang awalnya bermitra dengan KJS. Melihat ini, maralah wakil rakyat di DPRD DKI Jakarta.  Mereka mengusulkan hak interpelasi, untuk meminta pertanggungjawaban pada Gubenur.
Dari serentetan hal di atas, tidak hanya menjadi tugas Pak Jokowi beserta jajaran, dalam mewujudkan Jakarta sehat. Masyarakat harus turut aktif membantu pemerintah dalam mewujudkan impian bersama menuju kualitas kesehatan Jakarta yang lebih baik.
Upaya mewujudkan impian tersebut, dan menyelaraskannya dengan KJS, tidak lah perlu hal besar. Cukup dengan memulai gaya hidup sehat. Hidup sehat itu masih gratis toh? Mungkin beberapa  tips konkretnya mudah saja, makan-makanan bergizi, walau punya KJS tidak manja terhadap penyakit. Disamping sehat jasmani juga harus sehat rohani. Jika diberikan KJS, namun merasa mampu, sebaiknya mempunyai kesadaran untuk menolak dan merekomendasikan pada yang lebih membutuhkan. 
Tidak terlepas dari campur tangan dan partisipasi warga, pemerintah masih harus bekerja keras untuk merampungkan KJS. Menurut sebagian orang, KJS masih merupakan inovasi semerawut. Menjadi tugas Pemprov DKI Jakarta saat ini, tidak lain adalah membuktikan dan mengembalikan eksistensi dari inovasi kesehatan yang tadinya dikatakan semerawut, menjadi inovasi kreatif.
Saya kira, dalam melihat sebuah fenomena dibutuhkan kebesaran hati untuk membuka cakrawala pemikiran (open minded), lihatlah gambaran utuh dari sebuah permasalahan. Jangan hanya melihat dari satu sisi, seperti melihat Hanphone dari sisi depannya saja, sehingga tercipta penafsiran yang berbeda antara yang melihat sisi depan, dan yang melihat sisi belakang.
( Yulius / FE UNJ)